Minggu, 06 April 2014

    “Upaya Melindungi Bangunan Konservasi di Jl. RE. Martadinata Kota Bandung”

  Kawasan  RE martadinata yang terletak pada daerah srategis di kawasan Bandung Timur merupakan kawasan bangunan konservasi yang di jadikan kawasan komersil bagi para usahawan dalam mengembangkan bidang usaha, namun dalam kenyataannya kawasan ini bukanlah  kawasan yang diperuntukkan untuk pengembangan daerah komersil atau usaha.

        Pada pengembangan kawasan Bandung. kawasan ini diperuntukan untuk daerah pemukiman, khususnya adalah pemukiman bagi purnawirawan TNI. Namun menjamurya berbagai tempat usaha seperti Factory Outlet mengakibatkan terjadinya pelanggaran dalam penyalahgunaan fungsi peruntukan lahan yang awalnya merupakan perencanaan bagi kawasan pemukiman menjadi kawasan komersil. Selain itu Pada daerah RE Martadinata bangunan-bangunan yang sebagian besar adalah bangunan tua peninggalan colonial belanda telah banyak yang berubah bentuk.

       Bangunan-bangunan tua yang  mempunyai nilai sejarah yang seharusnya dapat dijadikan sebagai aset tersendiri telah mengalami berbagai perubahan bentuk dan fungsi. Pelangaran hukum khususnya berupa penyalahgunaan lahan dan pelangaran bentuk fungsi bangunan tanpa disengaja atau tidak telah terjadi. Pemerintah daerah seakan menutup mata terhadap pelanggaran tersebut Aturan -aturan hukum yang telah dibuat oleh pemerintah telah terabaikan. Undang undang megenai bangunan konservasi dan Penataan tata kota seakan-akan  hanyalah menjadi suatu aturan tanpa realisasi.

Bangunan konservasi yang mempunyai nilai budaya dan arsitektur yang terjadi akibat interaksi sosial budaya, adat istiadat dan nilai perjuangan yang terjadi pada masa lalu, yang seharusnya bangunan tersebut dipelihara, dirawat dan dilestarikan keberadaannya agar tidak rusak dan punah. Bangunan konservasi berupa bangunan tua (Heritage) di Bandung merupakan bangunan dengan sentuhan Eropa peninggalan Belanda. Tema Art Deco merupakan tema yang paling banyak diterapkan pada bangunan-bangunan tua di Bandung selain tema  Neo Classic, Romantic, Indische Empire Stijl, Indo-Europeesche Architecture Stijl, Oud Holland dan Villa. Sayangnya dari 400-an heritage yang ada di kota Bandung, hanya 40%-nya (sekitar 75 bangunan kuno) yang terawat dengan baik. Hotel Preanger, Denis Bank, Jalan Braga, dan Gedung Sate adalah sebagian kecil diantaranya.

Bandung adalah surga bagi para pecinta aliran seni art deco. Bahkan Bandung pernah dijuluki sebagai laboratorium arsitektur terlengkap karena memiliki kekayaan arsitektur yang hingga kini terus menjadi sumber inspirasi dan bahan penelitian yang tak ada habisnya. Kota Bandung sempat berada di urutan ke sembilan dalam the “Great Cities for Art Deco” versi Janet Forman. Berada di atas “induknya” Paris, Perancis.

 Menurut tulisan Juliaen da Silva pada tahun 1614, kota Bandung pertama kali  hanya terdiri dari 25 sampai 30 rumah. Kota Bandung tempo dulu dikenal sebagai “Parijs van Java” ketika mulai diadakan “Bursa Tahunan” (Jaarbeurs) di sebuah komplek di jalan Aceh. “Jaarbeurs” merupakan pasar malam dengan berbagai macam acara dan tontonan yang diselenggarakan setiap tahun pada bulan Juni – Juli.

Contoh-contoh bangunan lama yang berubah bentuk menjadi sebuah “Factory Outlet” adalah :

  1. China Emporium                                                                                                                            “China Emporium “ terletak di Jl.RE Martadinata,  menjual berbagai macam pakaian dan aksesoris yang beragam yang berasal dari Cina. FO ini sengaja dibuat mirip dengan negara aslinya lengkap dengan aksesoris lampion dan lain-lainya. Bangunan ini dulunya merupakan perumahan yang juga dimiliki oleh TNI.  
  2. Heritage                                                                                                                                              “Heritage” yang teletak di jl.RE Martadinata ini, juga menjual berbagai macam jenis pakaian dan aksesoris . Bangunan ini dulunya merupakan bangunan lama yang berfungsi sebagai hunian.
  3. Rennaritti                                                                                                                                           Factory Outlet (FO) ini terletak masih di  Jl. RE Martadinata. Menurut survey yang pernah dilakukan FO ini menjual barang yang banyak diperuntukkan bagi kalangan menengah ke atas. Selain itu, desain bangunan ini berubah total dari bangunan aslinya. Dari mulai denah sampai tampaknya pun telah di ubah. 

    Menjamurnya toko – toko yang disebut dengan “factory Outlet” membuat  berbagai macam masalah bagi kota Bandung sendiri. Salah satu masalah yang terjadi adalah berubahnya bentuk-bentuk dari bangunan yang dilestarikan. Bangunan tersebut berubah fungsi maupun bentuk fasadenya (tampilan bangunan).
       Salah satu media cetak di Bandung pernah memuat suatu artikel yang berjudul “Ketika Rumah Menjadi Factory Outlet” (Kompas edisi Jumat 30 Juli 2004) yang membahas banyaknya rumah-rumah atau pemukiman yang berubah fungsi menjadi bangunan komersil yaitu factory Outlet. Koran itu menyebutkan bahwa sejumlah bangunan lama berukuran besar yang ada di jalan –jalan utama Kota Bandung telah berubah menjadi factory outlet. Sudah menjadi pemandangan yang sangat biasa apabila melihat bangunan yang tadinya merupakan suatu daerah pemukiman menjadi tempat usaha. Bahkan ada diantaranya yang menggunakan tempat yang sebelumnya merupakan milik institusi Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang terletak di Jl.RE Martadinata.
       Apabila kita mengikuti perkembangan desain di daerah komersil, maka dapat dilihat, bentuknya berubah-ubah dari zaman ke zaman. Dahulu, dengan hanya memanfaatkan bangunan rumah lama dengan hanya merenovasi sedikit  maka jadilah sebuah “factory outlet ataupun yang lainya”. Tetapi saat ini, renovasi yang dilakukan pada bangunan-bangunan atau bahkan pada kantor militer dilakukan secara serius dan berkonsep.   Kutipan dari artikel yang berjudul  “ Lokasi Factory Outlet di Bandung akan ditata ulang “ ( Kompas, 23 November 2004)  memuat bahwa wali kota Bandung Dada Rosada mengatakan FO yang ada di Bandung akan ditata ulang sehingga tidak ada di sembarang tempat. Menurutnya, pihaknya merencanakan penataan ulang terhadap FO dan wilayah yang boleh dilakukan pembangunan atau tidak. Selama kebijakan tentang pembatasan dan penataan pendirian FO belum digulirkan, pemerintah akan membatasi pendirian FO di wilayah-wilayah yang peruntukannya bukan untuk kawasan bisnis.Mengutip dari sebuah media cetak di Bandung, bahwa 40% dari 150 toko pakaian yang berkonsepkan “Factory Outlet”  tidak memiliki izin usaha perdagangan atau tanda daftar perusahaan. Artikel dengan judul “40%  Factory Outlet di Bandung tidak memiliki izin” ( Kompas, 27 September 2004)  memuat bahwa Kepala Dinas Perindutrian dan Perdagangan  Kota Bandung, Nana Supriatna mengatakan bahwa Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan  (TDP) tidak dimiliki oleh sejumlah “Factory Outlet” di Bandung. Meski demikian tidak ada sanksi yang diberikan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan ataupun  Bandung Heritage kota Bandung. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perindustrian dan Perdagangan Rifana Erni menilai keberadaan factory outlet (FO) di Bandung sudah melebihi kebutuhan yang ada.

Kutipan dari artikel yang berjudul  “ Lokasi Factory Outlet di Bandung akan ditata ulang “ ( Kompas, 23 November 2004)  memuat bahwa wali kota Bandung Dada Rosada mengatakan FO yang ada di Bandung akan ditata ulang sehingga tidak ada di sembarang tempat. Menurutnya, pihaknya merencanakan penataan ulang terhadap FO dan wilayah yang boleh dilakukan pembangunan atau tidak. Selama kebijakan tentang pembatasan dan penataan pendirian FO belum digulirkan, pemerintah akan membatasi pendirian FO di wilayah-wilayah yang peruntukannya bukan untuk kawasan bisnis.
                   Dari upaya-upaya yang dilakukan Beberapa kalangan dari pemerintah, LSM, sejarawan dan                        dunia pendidikan yang berhubungan dengan konservasi bangunan-bangunan bersejarah serta nilai                   arsitektural bangunan dalam penyelamatan bangunan-bangunan bersejarah, terdapat beberapa                          kekurangan, antara lain :
a.           Dalam upaya pendataan, terdapat perbedaan jumlah bangunan bersejarah yang cukup signifikan. Ini dikarenakan perbedaan dalam menilai sebuah sejarah serta nilai-nilai arsitektural dari sebuah bangunan, serta kurangnya referensi dari pelaku-pelaku sejarah tersebut.
b.          Proses pendokumentasian merupakan cara yang paling realistis dalam hal pelestarian bangunan bersejarah. Hal ini disebabkan karena kesulitan melawan penguasa dan pengusaha yang hanya berfikiran money oriented, tanpa mau memikirkan arti pentingnya sejarah bagaimana kota ini didirikan serta peristiwa-peristiwa yang mengikuti perjalanan kota Bandung. Namun, manakah yang lebih baik, melihat langsung bangunan bersejarah lalu mendengarkan sejarah yang menyertainya, seolah-olah kita menjadi bagian dari sejarah tersebut yang pada akhirnya menimbulkan rasa terima kasih serta kekaguman atas perjuangan para pendahulu kita, mengunjungi museum untuk melihat foto, dokumen serta artefak yang berhasil didokumentasikan, mempelajari literatur bangunan bersejarah.

 Berdasarkan peristiwa yang terjadi dan pengamatan yang dilakukan, terdapat aspek-aspek penting yang berkaitan dengan pemerintah daerah kota Bandung sebagai pembuat dan pemegang kebijakan terutama yang berkaitan dengan pelestarian bangunan bersejarah, antara lain :
a.           Pemerintah kurang menanggapi upaya pelestarian dan perlindungan terhadap bangunan bersejarah karena mereka menganggap bahwa bangunan bersejarah tidak mendatangkan keuntungan bagi pemerintah. Hal itu terlihat dari tidak seriusnya pemerintah daerah dalam menyusun dan mengesahkan peraturan daerah (Perda) yang mengatur kriteria dan karakteristik bangunan bersejarah. Pemerintah menjanjikan penerbitan Perda pada tahun 2004, tetapi pada kenyataannya sampai sekarang Perda tersebut belum disahkan atau bahkan ada kemungkinan belum disusun. Hal itu dijadikan alasan oleh pemerintah untuk melegalkan pembongkaran bangunan bersejarah, kekuasaan pemerintah tersebut bahkan mampu mengalahkan para aktivis sosial dan LSM-LSM yang peduli pada sejarah dan identitas kota Bandung, sehingga sampai saat ini pembongkaran bangunan bersejarah masih sulit dicegah.
b.          Kekurangpekaan pemerintah terhadap pengrusakan bangunan bersejarah yang terjadi, serta ketidakpedulian akan masukan-masukan / kritik yang telah ditujukan oleh para aktivis LSM seperti Bandung Heritage dan elemen-elemen lain yang peduli akan kelestarian bangunan bersejarah di kota Bandung, maka seringkali bangunan bersejarah dibongkar oleh developer dan tidak terselamatkan.

Upaya Penyelamatan Bangunan Bersejarah
         yang Telah Dilakukan
Beberapa kalangan dari pemerintah, LSM Bandung Heritage, sejarawan dan dunia pendidikan yang berhubungan dengan konservasi bangunan-bangunan bersejarah serta nilai arsitektural bangunan, telah melakukan berbagai upaya untuk penyelamatan bangunan bersejarah . Usaha-usaha tersebut antara lain :
1.     Pendataan bangunan-bangunan bersejarah
Proses pendataan ini dilakukan untuk mengetahui berapa banyak bangunan-bangunan yang memiliki nilai sejarah yang berubah fungsi bangunan. Beberapa pihak telah melakukan pendataan berdasarkan referensi sejarah, kondisi bangunan serta nilai-nilai arsitektural.
2.     Pendokumentasian sejarah dan bangunannya
Proses pendokumentasian bangunan-bangunan bersejarah dilakukan sebagai upaya untuk perpanjangan nilai dari sebuah sejarah. Kesulitan dalam mempertahankan bangunan-bangunan bersejarah tersebut akibat terus menggeliatnya kota Bandung untuk menjadi sebagai salah satu  kota metropolitan di Indonesia yang akhirnya harus mengorbankan  bangunan-bangunan bersejarah untuk dirobohkan atas nama pembangunan. Akibat dari dampak tersebut, beberapa LSM serta pemerintah berusaha mendokumentasikan sejarah beserta bangunannya dalam bentuk foto dan data lain yang mendukung seperti nama arsitek, tahun pembuatan, denah, tampak serta potongan bangunan untuk memperjelas bangunan yang didokumentasikan.
3.     Pameran foto bangunan bersejarah
Program ini ditujukan untuk menarik perhatian dan mempublikasikan kepada masyarakat luas agar masyarakat mengetahui bahwa di Bandung banyak bangunan bersejarah yang indah dan harus dilestarikan. 

Adapun beberapa kesimpulan yang dapat diambil yaitu:
Ø  Bangunan bersejarah yang dibagi berdasarkan kriteria untuk memudahkan pendataan dan dokumentasi. Adapun kriteria tersebut terdiri dari :
·             Bangunan yang berubah fungsi.
·             Bangunan yang merubah keberadaan bangunan penuh.
·             Bangunan yang menambah fasade bangunan.
Ø  Bangunan bersejarah yang di jadikan tempat tinggal purnawirawan merupakan situs cagar budaya yang bisa menjadi bukti penataan kota bandung dan pernah adanya suatu peristiwa besar yang berpengaruh terhadap masa sekarang dan masa depan. Bangunan bersejarah mempunyai nilai budaya dan arsitektur yang terjadi akibat interaksi sosial budaya, adat istiadat dan nilai perjuangan yang terjadi pada masa lalu.
Ø  Usaha-usaha yang telah dilakukan oleh beberapa elemen masyarakat antara lain:
1.           Pendataan bangunan-bangunan yang berubah fungsi bangunan.
2.           Pendokumentasian sejarah dan bangunannya.
3.           Menganalisa bangunan yang berubah.
4.           Pameran foto bangunan bersejarah.
5.           Merancang ulang dan merenovasi bangunan bersejarah yang  
               mengacu kepada PEDOMAN PELAKSANAAN BANGUNAN  
               BARU (GUIDELINES) yang telah ditetapkan oleh Bandung  
               Heritage.
Ø  Seiring dengan berjalannya waktu dan tuntutan zaman yang berbeda, kawasan ini telah berubah menjadi kawasan komersial, dimana bangunan yang berfungsi sebagai rumah tinggal hanya tersisa 25% dari total bangunan yang ada.
Ø  Diharapkan kawasan ini dapat mempertahankan/mengembalikan suasana tempo dulunya karena ditinjau dari aspek pariwisata kawasan – kawasan konservasi mungkin akan dapat memberikan citra yang lebih baik dibandingkan daerah kota lainnya, yang dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk memasarkan kota dalam promosi pariwisata ( konsep yang telah dimanfaatkan di negara maju dan sangat berhasil )
Ø  Kebanyakan hal yang harus dilakukan pada daerah R. E. Martadinata yaitu pejabat purnawirawan diatas harus memperhatikan pemanfaatan bangunan konservasi dan tata ruang kota supaya mengembalikan keadaan seperti semula meskipun tidak akan sama seperti dulu.


  sumber referensi, 
  1. Studi lapangan (field research): mencari data dan informasi di lapangan,    dimana objek pengamatan tersebut berada, melakukan wawancara dan diskusi dengan anggota LSM Bandung Heritage.
  2. Studi kepustakaan (library research): dengan cara mengumpulkan data yang berkaitan dengan bangunan bersejarah yang berubah fungsi dan bentuk di kota Bandung. Studi kepustakaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar